Obrolan makan siang saya beberapa waktu lalu membahas sulitnya lapangan kerja hari ini. Berdasarkan pengalaman teman ngobrol saya yang merupakan karyawan yang sudah senior, setidaknya  10 tahun lalu lapangan kerja tersedia lebih banyak ketimbang sekarang, bahkan beliau agak pesimistis dengan persaingan kerja di masa depan untuk anaknya yang baru akan memulai pendidikan sarjana. Sudah barang tentu hal ini juga terjadi pada teman-teman fresh graduate saya, masih banyak diantara mereka yang menganggur.

Namun ternyata kenyataan yang kami rasakan ini berbeda dengan data BPS. Data BPS justru menunjukan tingkat unemployement mengalami penurunan yaitu hanya 5,13% pada februari 2018, pengangguran di klaim turun dibandingkan tahun lalu.

Lalu apakah yang sebenarnya terjadi, apakah kita sedang dibohongi oleh data?

Menurut definisi BPS Penganggur terbuka, terdiri dari:

  • Mereka yang tak punya pekerjaan dan mencari pekerjaan.
  • Mereka yang tak punya pekerjaan dan mempersiapkan usaha.
  • Mereka yang tak punya pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
  • Mereka yang sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja.

Sementara itu menurut definisi Wikipedia, pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak.

Jadi menurut Wikipedia jika seseorang bekerja kurang dari  dua hari dalam seminggu maka orang tersebut tidak dianggap bekerja atau menganggur. Tentu saja kalau pengangguran hanya didefiniskan untuk mereka yang sama sekali tidak bekerja angka pengangguran akan menjadi lebih kecil.

Sementara itu menurut Kadin (kwartal III 2017) selama 10 tahun terakhir lebih Indonesia mengalami deindustrialisasi. Dalam hal ini disebutkan bahwa bukan berarti sektor industri tidak tumbuh, hanya saja pertumbuhannya kalah dibandingkan dengan sektor-sektor lain.

Inilah yang kemudian menyebabkan jumlah engineer yang terus dihasilkan oleh universitas tidak sebanding dengan pertumbuhan daya serap sektor industri di Indonesia, Walhasil semakin jamak kita temui sarjana-sarjana teknik di  sektor-sektor jasa, seperti perbankan misalnya.

infografis21Perubahan Industri ke-4

Jika kita menelisik lebih dalam lagi ternyata tidak hanya tren perkembangan sektor-sektor ekonomi yang mengalami perubahan namun didalamnya ada perubahan yang lebih besar lagi yang sedang terjadi. Perubahan yang menyebabkan sebagian pekerjaan yang ada mulai menghilang. Pabrik-pabrik sudah semakin canggih, tentu saja pekerjaan-pekerjaan manusia yang ada disana menghilang digantikan oleh mesin dengan sistem terotomasi. Kita kemudian semakin familiar dengan istilah smart factory, smart plant. Kalau ada ponsel pintar lalu muncul pula pabrik pintar dengan adanya IoT dan Data Mining.

Sektor industri tidak dapat menghindari perubahan ini, mereka sedang berlomba mencerdaskan pabrik-pabriknya karena sedang memasuki apa yang disebut sebagai revolusi industri 4.0.

Disruption

Kembali ke persoalan pekerjaan dan kekhawatiran rekan saya diatas. Ternyata kekhawatiran itu bukanlah sebauh ketakutan orang tua biasa saja, karena menurut  salah satu komisi yang dibentuk PBB – On Financing Global Opportunity – The Learning Generation (Oktober 2016). Disebutkan, dengan pencepatan teknologi seperti saat ini, hingga tahun 2030, sekitar 2 miliar pegawai di seluruh dunia akan kehilangan pekerjaan.

Lantas apakah serta merta dengan pekerjaan yang menghilang tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Ternyata tidak, justru pekerjaan-pekerjaan baru akan bermunculan. Seperti pekerja pabrik tadi yang akan kehilangan pekerjaan dengan adanya smart factory. Ditempat yang sama akan dibutuhkan pekerjaan sebagai ahli IoT, system analyst, dan sebagainya.

 

Tinggalkan komentar